Komunitas Lego-Lego adalah sebuah perkumpulan perempuan yang mewadahi aktifitas literer di wilayah Sulawesi, khususnya Sulawesi Selatan. Komunitas ini terbentuk dari jejaring sosial Facebook, untuk sementara ini beranggotakan 12 orang perempuan yang berasal dari berbagai wilayah dengan beragam latar belakang, dan telah menerbitkan buku Sehimpun Puisi Kaki Waktu pada pertengahan tahun 2011.
EKSPLORASI BERSASTRA SISWA SMAN 21 MAKASSAR
Komunitas Lego-Lego Makassar kembali menggelar kegiatan sastra, yang diberi nama “Kaki Waktu Road to School”. Ini merupakan bentuk kepedulian komunitas dalam menyemarakkan kegiatan bersastra yang terus berkembang di Makassar.
Kegiatan ini didasari oleh perkembangan dan apresiasi sastra yang seolah-olah tidak mendapat tempat yang cukup mengenyangkan bagi penikmat sastra di kalangan pelajar. Pengurus Komunitas Lego-Lego, Mariati Atkah menyebutkan, tujuan utama pelatihan ini pada dasarnya untuk memperkenalkan dunia sastra bagi pelajar. Selain itu, juga menjaring bibit-bibit baru yang memiliki minat dan bakat dalam bidang sastra. Selanjutnya, terus didorong mencari pengetahuan dan belajar kesusastraan secara berkelanjutan.
Pelaksanaan Kaki Waktu Road to School itu bertema, “Menulis Sastra dengan Mudah dan Kreatif”. Kegiatannya dimulai dari SMA Negeri 21 Makassar, Bumi Tamalanrea Permai (BTP). Hal pertama yang menarik perhatian dalam pelatihan menulis ini, peserta yang berjumlah 17 orang, semuanya perempuan. Sekilas, ini mengindikasikan bahwa peminat sastra rupanya didominasi oleh perempuan.
Menurut Hj. Kamariah, pembina yang mendampingi siswa, mengungkapkan bahwa kegiatan ini pada dasarnya diminati oleh banyak siswa. Beberapa siswa memang berbakat dan memiliki keinginan untuk menulis. Hanya disayangkan, panitia pelaksana tidak maksimal dalam sosialisasinya sehingga pesertanya minim.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini terdiri atas tiga sesi. Sesi pertama, pemaparan materi penulisan oleh Hamran Sunu. Dewan Pertimbangan Forum Lingkar Pena (FLP) Sul-Sel ini mengatakan, sebuah karya yang baik dan kreatif hanya dapat dihasilkan oleh seorang penulis yang telah melalui proses belajar. Sebuah karya yang baik, tidak serta merta lahir begitu saja.
Menurutnya, dibutuhkan tiga hal; niat dan konsistensi, belajar dari kesalahan, dan menambah pengetahuan.
Sesi pertama juga diisi beberapa pertanyaan dari peserta. Peserta pertama, Deli Datu Arung, menanyakan kiat-kiat menulis yang baik. Bagaimana kata dia bisa membangun sebuah cerita agar isinya bukan sekedar curahan hati, melainkan punya kualitas sastra. Baik kualitas bahasanya, maupun alurnya, agar menjadi cerita yang menarik. Adapun Siti Auliyah Sazqiah mengungkapkan kebingungannya yang muncul karena banyaknya ide berseliweran pada saat sebuah tulisan yang lain masih dalam proses.
Selanjutnya pada sesi kedua, peserta diajak bereksplorasi untuk mengembangkan imaji dan kemampuan menulisnya dengan cara menulis on the spot. Menariknya, bukan hanya peserta pelatihan yang diwajibkan menghasilkan tulisan dari guntingan-guntingan koran, melainkan juga para anggota Komunitas Lego-Lego, dipandu Hamran Sunu.
Hasil eksplorasi peserta tersebut kemudian dievaluasi dan dikupas langsung oleh Hamran Sunu untuk cerpen dan Dalasari Pera (penyair) untuk puisi, pada sesi ketiga pelatihan menulis ini. Peserta yang awalnya masih terkesan tidak percaya diri menjadi antusias ketika mereka diminta membaca karya masing-masing. Begitupun dengan para anggota komunitas sehingga acara semakin seru menjelang penutupan.
Bagian yang paling menegangkan adalah penentuan cerpen dan puisi terbaik. Setelah melalui proses seleksi, penyelenggara memilih puisi Immawati H yang berjudul “My Idol” sebagai puisi terbaik. Adapun cerpen, terpilih Andi Rukminah Sabariah. Judulnya, “Tempat Terindah”.
Pelatihan menulis ini ditutup dengan penyerahan hadiah berupa buku Sehimpun Puisi Kaki Waktu untuk kedua pemenang. Diharapkan, kegiatan ini bisa dilaksanakan secara berkesinambungan di sekolah-sekolah sehingga akan muncul penulis-penulis muda yang terus mengasah bakat dan minat siswa.
EKSPLORASI BERSASTRA SISWA SMAN 21 MAKASSAR
Komunitas Lego-Lego Makassar kembali menggelar kegiatan sastra, yang diberi nama “Kaki Waktu Road to School”. Ini merupakan bentuk kepedulian komunitas dalam menyemarakkan kegiatan bersastra yang terus berkembang di Makassar.
Kegiatan ini didasari oleh perkembangan dan apresiasi sastra yang seolah-olah tidak mendapat tempat yang cukup mengenyangkan bagi penikmat sastra di kalangan pelajar. Pengurus Komunitas Lego-Lego, Mariati Atkah menyebutkan, tujuan utama pelatihan ini pada dasarnya untuk memperkenalkan dunia sastra bagi pelajar. Selain itu, juga menjaring bibit-bibit baru yang memiliki minat dan bakat dalam bidang sastra. Selanjutnya, terus didorong mencari pengetahuan dan belajar kesusastraan secara berkelanjutan.
Pelaksanaan Kaki Waktu Road to School itu bertema, “Menulis Sastra dengan Mudah dan Kreatif”. Kegiatannya dimulai dari SMA Negeri 21 Makassar, Bumi Tamalanrea Permai (BTP). Hal pertama yang menarik perhatian dalam pelatihan menulis ini, peserta yang berjumlah 17 orang, semuanya perempuan. Sekilas, ini mengindikasikan bahwa peminat sastra rupanya didominasi oleh perempuan.
Menurut Hj. Kamariah, pembina yang mendampingi siswa, mengungkapkan bahwa kegiatan ini pada dasarnya diminati oleh banyak siswa. Beberapa siswa memang berbakat dan memiliki keinginan untuk menulis. Hanya disayangkan, panitia pelaksana tidak maksimal dalam sosialisasinya sehingga pesertanya minim.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini terdiri atas tiga sesi. Sesi pertama, pemaparan materi penulisan oleh Hamran Sunu. Dewan Pertimbangan Forum Lingkar Pena (FLP) Sul-Sel ini mengatakan, sebuah karya yang baik dan kreatif hanya dapat dihasilkan oleh seorang penulis yang telah melalui proses belajar. Sebuah karya yang baik, tidak serta merta lahir begitu saja.
Menurutnya, dibutuhkan tiga hal; niat dan konsistensi, belajar dari kesalahan, dan menambah pengetahuan.
Sesi pertama juga diisi beberapa pertanyaan dari peserta. Peserta pertama, Deli Datu Arung, menanyakan kiat-kiat menulis yang baik. Bagaimana kata dia bisa membangun sebuah cerita agar isinya bukan sekedar curahan hati, melainkan punya kualitas sastra. Baik kualitas bahasanya, maupun alurnya, agar menjadi cerita yang menarik. Adapun Siti Auliyah Sazqiah mengungkapkan kebingungannya yang muncul karena banyaknya ide berseliweran pada saat sebuah tulisan yang lain masih dalam proses.
Selanjutnya pada sesi kedua, peserta diajak bereksplorasi untuk mengembangkan imaji dan kemampuan menulisnya dengan cara menulis on the spot. Menariknya, bukan hanya peserta pelatihan yang diwajibkan menghasilkan tulisan dari guntingan-guntingan koran, melainkan juga para anggota Komunitas Lego-Lego, dipandu Hamran Sunu.
Hasil eksplorasi peserta tersebut kemudian dievaluasi dan dikupas langsung oleh Hamran Sunu untuk cerpen dan Dalasari Pera (penyair) untuk puisi, pada sesi ketiga pelatihan menulis ini. Peserta yang awalnya masih terkesan tidak percaya diri menjadi antusias ketika mereka diminta membaca karya masing-masing. Begitupun dengan para anggota komunitas sehingga acara semakin seru menjelang penutupan.
Bagian yang paling menegangkan adalah penentuan cerpen dan puisi terbaik. Setelah melalui proses seleksi, penyelenggara memilih puisi Immawati H yang berjudul “My Idol” sebagai puisi terbaik. Adapun cerpen, terpilih Andi Rukminah Sabariah. Judulnya, “Tempat Terindah”.
Pelatihan menulis ini ditutup dengan penyerahan hadiah berupa buku Sehimpun Puisi Kaki Waktu untuk kedua pemenang. Diharapkan, kegiatan ini bisa dilaksanakan secara berkesinambungan di sekolah-sekolah sehingga akan muncul penulis-penulis muda yang terus mengasah bakat dan minat siswa.